Friday, December 5, 2008

Lebih asyik bikin mainan sendiri

Murah meriah sekaligus memacu kreativitas anak. "Kardus bisa buat apa, Ma?" Ayesha, 7 tahun, siswa kelas I sekolah dasar di Depok, Jawa Barat, bertanya kepada ibunya. Gadis kecil itu bingung. Ia berharap mendapatkan mainan, tapi sang bunda malah memberinya kardus bekas. Ela, sang ibu, hanya bisa menggelengkan kepala. "Dasar anak zaman sekarang. Saya heran karena waktu saya kecil, kardus bekas atau apa pun bisa dijadikan mainan," katanya.

Dengan sabar akhirnya ia membimbing sang putri membuat mainan dari kardus bekas. Ayesha terkagum-kagum melihat ibunya tangkas membuat mobil-mobilan, rumah-rumahan, bahkan perabot rumah tangga.

Ela bukan satu-satunya orang tua yang heran atas minimnya kreasi anak masa kini untuk membuat sendiri mainan dari bahan yang ada di sekitarnya. Edi Susilo, 32 tahun, seorang ayah warga Citeureup, Bogor, juga merasakannya. "Bayangkan, anak bisa dengan mudah mendapatkan mainan, asalkan orang tua punya duit," kata Edi. Itu berbeda dengan pengalaman Edi. Saat kanak-kanak, dia harus membuat sendiri mainan yang dia inginkan. Edi menyebut beberapa jenis mainan tradisional yang dulu dia mainkan, antara lain

mobil-mobilan dari kulit jeruk bali, boneka dari jerami, senapan dari bambu atau pelepah daun pisang, tulup (sumpit) dari bambu, keris-kerisan dari janur, layang-layang, kitiran, pesawat, dan perahu dari kertas.

Sayang, kata Edi, kepadatan kota metropolitan menyebabkan bahan-bahan untuk membuat mainan tradisional sulit didapat. Walhasil, kepada anak semata wayangnya, Vieri Eka Putra, 6 tahun, Edi hanya bisa mengajarkan membuat mainan dari kertas, seperti kapal, perahu, dan kitiran. Mainan itu ternyata tidak membuat Vieri tertarik. "Dia lebih suka mainan modern," ujar Edi.

Pauline, anggota staf promosi di sebuah majalah anak, merasa pengaruh orang tua sangat besar terhadap kecenderungan anak memilih mainan. Dia terkejut atas perilaku seorang ibu yang memaksa anaknya membeli boneka seharga ratusan ribu rupiah saat ia mengadakan pameran. "Padahal anaknya ingin mainan kincir angin yang dirakit dari kertas," kata Pauline. Menurut dia, dari segi kreativitas, jelas mainan rakitan dari kertas akan lebih mengasyikkan bagi anak.

Tak banyak lembaga yang peduli terhadap semakin tergesernya mainan tradisional di masyarakat kita. Salah satu yang peduli adalah restoran TeSaTe di Plaza Senayan, Jakarta Pusat. Beberapa pekan lalu resto ini membuat demo merakit mainan tradisional. Rencananya demo ini akan digelar setiap pekan. Radityo Djadjoeri, konsultan hubungan masyarakat TeSaTe, mengatakan bahwa demo itu diikuti lima anak dan ibunya. Mereka serius memperhatikan langkah demi langkah cara merakit janur yang diperagakan oleh Jaja Budiatin, perajin janur dari Pasar Minggu, Jakarta Selatan. "Anak-anak begitu antusias mengikuti demo tersebut," kata Radityo.

Jaja memperagakan cara membuat oncer (ragam hiasan untuk tenda), ayam-ayaman, bintang, payung, trompet, keris, anyaman tikar, bandul, rantai, burung merak, perahu layar, dan lainnya.

Psikolog Evita Adnan mengatakan, pada umumnya, jenis mainan atau permainan tradisional sangat baik untuk merangsang kreativitas anak. Proses pembuatan sebuah mainan tradisional, kata dia, dapat menumbuhkan daya kreativitas yang luar biasa bagi si anak. Mobil-mobilan, misalnya, bisa dibuat dari tanah liat, kulit jeruk, atau kayu. "Nah, dalam proses pembuatan mainan ini, anak dituntut bisa membayangkan bentuk mobil, kemudian membuatnya dengan kreasi dia sendiri," ujar Evita ketika dihubungi di Jakarta, Selasa lalu. (Erwin Dariyanto )

Tips:
Libatkan anak dalam proses
1. Hadirkan anak Anda selama proses pembuatan mainan sebagai bahan dasar pelajaan bagi sang anak.
2. Jika anak Anda banyak bertanya, berilah jawaban mudah dan masuk akal. Misalnya, tentang harganya yang lebih murah atau betapa bahannya dengan mudah bisa ditemukan di sekitar kita.
3. Hindarkan anak dari pisau. Sebaiknya gunakan pisau pemotong sehingga apabila tidak digunakan lagi, bisa segera diamankan ke dalam saku Anda.
4. Ceritakan masa kecil Anda (selama Anda membuat mainan) kepada anak agar mereka kelak bangga memiliki orang tua cerdik dan bijak.
5. Jika bisa, ajak anak-anak tetangga atau teman anak Anda untuk melatih kerja sama tim.
6. Usahakan membuat modifiksasi bentuk mainan agar tradisi membuat mainan sendiri bagi sang anak berkembang dari masa ke masa.



1 comment:

Anonymous said...

Great Ide for Share...
Keep Sharing...
Thanks..