Saturday, November 29, 2008

Karinding, Music Tradional Indonesia

Karinding adalah sebuah alat yang digunakan orang tua dulu sebagai alat untuk mengusir hama di sawah. sekarang disebutnya sebagai alat musik karena menghasilkan bunyi . dan alat ini konon sebagai alat yang telah digunakan orang tua (karuhun) sejak jaman sebelum ditemukannya Kacapi, yang usia kecapi itu sendiri sudah mencapai lebih dari lima ratus tahun yang lalu, diperkirakan alat ini sudah lebih tua dari 600 tahun .
Jenis alat seperti Karinding ini adalah alat musik yang dimiliki oleh berbagai suku yang bukan hanya di tatar sunda, juga di daerah bahkan negara dan bangsa lain, seperti misal jenis ini di Jawa tengah disebutnya sebagai Rinding, dan di Bali dikenal sebagai Genggong. bahan dan suara yang dihasilkan hampir tidak ada bedanya,yang berbeda adalah cara memainkannya, ada yang di Trim (di getarkan dengan di sentir) dan di Tap ( dipukul).
sedang alat sejenis di luar dikenal dengan istilah Zuesharp ( harpanya dewa Zues)
Material yang digunakan (di wilayah jawa barat) untuk membuat karinding ini ada dua jenis, pelepah kawung dan Bambu, sedang Zeusharp menggunakan material besi dan baja.
Jenis bahan dan jenis disain bentuk karinding, itu menunjukan perbedaan usia, tempat dan sebagai perbedaan gender pemakai. Semisal bahan bambu yang lebih menyerupai susuk sanggul, ini untuk perempuan,karena konon ibu-ibu menyimpannya dengan di tancapkan disanggul. Sedang yang laki-laki menggunakan pelapah kawung dengan ukuran lebih pendek, karena biasa disimpan di tempat mereka menyimpan bako. tetapi juga sebagai perbedaan tempat dimana dibuatnya, seperti diwilayah priangan timur, karinding lebih banyak menggunakan bahan bambu karena bahan ini menjadi bagian dari kehidupannya.



Memainkan Karinding
cukup mudah untuk siapa saja, dengan cara di pukul memperlakukan alat ini seperti alat musik perkusi, dengan menggunakan satu jari tangan, dan ketika kita sudah mampu menghasilkan getaran secara intens,dengan di tempelkan di mulut sebagai resonansi nya, dan lidah sebagai pengontrol bunyi yang kita inginkan.
Ada beberapa jenis suara yang dihasilkan, yaitu dengan mulut kosong tanpa napas dan dengan menggunakan napas,ini akan menghasilkan bunyi yang berbeda. Alat ini bisa menghasilkan suara yang khas dari tiap orang, sebutlah jenis melodi, rhytm dan bass nya bisa di hasilkan, atawa kendang, saron, goong nya kata orang sunda mah, bahkan menyanyikan lagu dengan karinding sekalipun, bukan dengan vokal kita, ini tergantung bagaimana kita bisa memainkan lidah dan napas.
Yang menarik dari Karinding ini adalah, Pertama dengan cara di pukul ini mampu menghasilkan bunyi yang variatif cukup banyak. Kedua, suara tiap orang yang memainkan akan berbeda dengan yang lainnya, walaupun memainkan jenis pukulan (Rahel) yang sama , ini berbeda karena tiap orang memilki konstruksi mulut yang berbeda.


Low Desibel
kenapa Karinding mampu menghasilkan suara yang bisa mengusir hama?
Suara yang dihasilkan berupa getaran yang tidak begitu jelas terdengar oleh telinga kita, secara ilmu suara di kategorikan pada jenis low desibel, yang getaran ini cuma bisa didengar oleh jenis binatang jenis insect, konon inilah yang dikenal sekarang sebagai suara ultrasonik.

Dan alat ini, leluhur kita membuatnya sebagai alat pengusir hama (bagaimana mereka bisa mengitung samapi kesana?) dan supaya betah memainkan alat ini, maka di ciptakanlah alat yang sangat incredible ini, ya mengusir hama, ya bermain musik, ya asik!. dahsyat kan?
belakangan kita tahu microsoft mengeluarkan software anti nyamuk, pernah denger?, juga TV Media menjual sebuah alat ultrasonic yang di connect ke listrik. coba dengarkan apa yang diahsilkan oleh alat ini semua? sebuah getaran!
Ini lah bedanya ilmu leluhur, alat bukan cuma sekedar alat, tetapi ada perhitungan lain yang lebih dari itu, coba bayangkan hubungan ilmu leluhur kita antar satu dengan lainnya.
seperti Karinding ini, alat pengusir hama dengan bermain musik, bebas pestisida, dan binatang juga harus hidup untuk keseimbangan alam ini,jadi tidak perlu dibunuh.
Kenapa kita memainkan karinding denga di pukul? marilah kita lihat alat musik sunda yang dasarnya sebagai alat perkusi, calung, angklung,kendang,goong,saron bonang mah sudah jelas, beberapa alat musik gesek pun ada yang memainkannya dengan dipukul di beberapa rhytme tertentu, tarawangsa misalnya.
Kecanggihan alat ini sebagai bukti bahwa karuhun urang sunda sebagai "bangsa yang sudah memiliki kebudayaan, bahasa, tulisan bahkan hitungannya pun sudah sampai ke tingkat Matrix,itu pada tahun 122 Masehi" percaya?
pasti tidak, karena kita tidak pernah mendengar apa dan siapa Kisunda teh,

courtesy : http://yoyoyogasmana.multiply.com/journal

Tuesday, November 25, 2008

Kertas Daur Ulang Ekonomis Tinggi Dan Artistik

Seiring dengan perkembangan zaman, juga pertumbuhan dan kemunduran perekonomian, sering kita dihadapkan pada masalah-masalah hasil perkembangan zaman tersebut. Sebut saja masalah kebersihan dan sampah, yang dimana sampah-sampah setiap hari semakin meningkat dengan pesatnya kebutuhan industri dan hasil industri tetapi tidak memperhatikan dampak-dampak yang dihasilkan dari kebutuhan industri dan hasil industri tersebut. Misalkan industri kertas yang membutuhkan pohon-pohon sebagai bahan baku utama pembuatan kertas, makan dilakukankanlah penebangan pohon, akan tetapi dibarengin dengan pemulihan kembali atau menanam kembali area yang sudah ditebangi. Begitu juga di industri lainnya yang membutuhkan banyak kertas salah satunya sebagai media informasi dan media pendidikan. Seringkali kertas-kertas tersebut digunakan tidak sesuai dengan aturan artinya pemborosan kertas. Padahal dengan menghemat kertas kita sudah membantu untuk menjaga kelangsungan kehidupan bumi. Untuk itu penghematan pemakaian kertas harus lebih ditingkatkan. Salah satunya dengan melakukan daur ulang kertas. Kertas daur ulang mempunya nilai ekonomis tinggi dan artistik yang tinggi pula, apabila dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Apa yang dapat kita lakukan ?

Pertanyaan sederhana, namun memiliki jawaban yang sangat rumit, karena memiliki konsekuensi untuk merubah gaya hidup. Dari pola hidup boros sampah, menjadi gaya hidup ramah lingkungan. Untuk itu, langkah awal adalah mengenali berbagai jenis sampah dilingkungan kita. Kemudian mengklasifikasinya, mana yang masih bisa dipakai mana yang sudah habis pakai dan mana yang masih bisa diolah/didaur. Secara sederhana sampah dalam rumah dapat kita bagi menjadi 3 kategori, yakni sampah beracun, seperti batere bekas, bola lampu bekas dan barang-barang yang mengandung zat kimia. Kemudian sampah padat yang tidak dapat diurai, seperti plastik, botol, kaleng, dsb. Dan terakhir barang-barang yang masih dapat diurai oleh tanah seperti sisa sayuran, daun-daun, dsb.

Gaya hidup ramah lingkungan dikenal pula dengan semboyan 3R : Reduce, Reuse & Recycle. Artinya mengurangi tingkat kebutuhan akan sampah, menggunakan kembali sampah-sampah yang telah ada dan mendaur ulang sampah-sampah yang telah terpakai. Salah satu sampah yang dapat didaur ulang adalah kertas. Kertas daur ulang ini memiliki tekstur yang indah. Dari kertas daur ulang kita dapat membuat beraneka ragam kerajinan tangan.

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan kertas daur ulang :

  1. BLENDER, fungsinya untuk menghancurkan kertas menjadi bubur kertas, atau dapat juga dimodifikasi dengan alat penghancur yang lebih besar.

  1. BINGKAI CETAKAN, terdiri dari 2 bingkai dengan ukuran yang sama. Salah satu bingkai dilapisi dengan kain kasa.

  1. EMBER KOTAK, fungsinya sebagai tempat pencampuran bubur kertas dengan air, sekaligus sebagai wadah pencetakan.

  1. ALAS CETAK, fungsinya untuk tempat pengeringan kertas daur ulang dari bingkai cetakan, sehingga bingkai cetakan dapat digunakan kembali. Alas cetak ini bisa berupa tripleks yang dilapisi kain katun atau juga dapat berupa matras yang biasa digunakan untuk alas tidur kemping.

  1. SPONDS PENGHISAP, fungsinya untuk menghisap air pada waktu transfer dari bingkai cetakan ke alas cetak.

  1. GELAS PENAKAR, fungsinya untuk menakar perbandingan antara bubur kertas dengan air. Alat ini tidak mutlak ada.

  1. ALAT PRESS, fungsinya untuk mengepress kertas daur ulang agar serat-seratnya dapat lebih rapat. Alat ini dapat berupa dua papan kayu yang berukuran sama dengan bingkai cetak, yang keempat sudutnya diberi lubang. Selanjutnya masing-masing lubang diberi mur dan baut penjepit untuk mempertemukan kedua sisi papan kayu tersebut.

  1. EMBER wadah bubur kertas

  1. KOMPOR & PANCI, fungsinya untuk merebus berbagai macam serat dan pewarna alam

  1. ALU & LUMPANG, fungsinya untuk menumbuk berbagai serat agar lebih halus

  1. SENDOK KAYU, fungsinya untuk mengadukberbagai campuran.

  1. PISAU & GUNTING, fungsinya untuk memotong-motong serat tumbuhan

  1. SARINGAN TEH BESAR

  1. KAIN LAP

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kertas daur ulang :

1. KERTAS BEKAS

Setiap jenis kertas dipilah-pilahberdasarkan jenisnya masing-masing, kertas Koran, kertas HVS, karton hingga kertas warna warni.

2. PEWARNA ALAM

  • Kunyit, jika diparut dan diperas sarinya akan menghasilkan warna kuning

  • Kulit bawang, jika direbus akan menghasilkan warna coklat

  • Pandan suji, jika ditumbuk dan diperas airnya dapat menghasilkan warna hijau pekat

  • Pandan wangi, jika direbus dan ditumbuk lalu diperas airnya dapat menghasilkan warna hijau muda, sekaligus aroma wangi

  • Kesumba (bixa), jika bijinya direndam dan diremas atau direbus dapat menghasilkan warna oranye

  • Serutan kayu nangka. Jika direbus akan menghasilkan warna kuning

  • Sirih, jika ditumbuk dan dicampur dengan kapur akan menghasilkan warna merah kecoklatan

  • Daun pisang kering, jika dibakar, abunya dapat menghasilkan warna coklat keabu-abuan

  • Rumput putri malu (Mimosa sp) jika direbus akan menghasilkan warna lembayung

3. SERAT PENGISI

Merupakan bahan-bahan yang dapat ditambahkan ke dalam campuran bubur kertas sehingga dihasilkan kertas yang lebih indah dan bertekstur. Dapat berupa bunga-bungaan ataupun serat tumbuhan lainnya seperti serat daun pandan wangi, serat batang pisang.

Cara Pembuatan Kertas Daur Ulang

1. Kertas bekas yang telah disobek-sobek sebesar perangko, direndam minimal 12 jam agar serat-seratnya menjadi lunak diresapi air. Perendaman dapat pula dibantu dengan perebusan untuk mempercepat proses peresapan air.

2. Kertas yang telah lemas direndam air / direbus, dihancurkan dengan blender.

Dengan perbandingan 1 ; 4 (4 bagian air untuk 1 bagian kertas). Lama pemblenderan tidak lebih dari 1 menit, sebaiknya dilakukan 2 kali pemblenderan dengan interval 30 detik saja.

3. Bubur kertas yang diperoleh dari pemblenderan dikumpulkan dalam satu wadah. Selanjutnya dapat dilakukan pencucian untuk mengurangi kadar asamnya dengan cara menyaring bubur kertas pada kain yang agak lebar dan meletakkannya di atas ember berisi air. Dengan demikian bubur kertas dapat dicuci sekaligus memisahkan potongan-potongan kertas yang mungkin belum hancur akibat pemblenderan.


4. Selanjutnya bubur kertas siap untuk diolah, dapat dicetak langsung maupun dilakukan pencampuran warna dan serat.

Masukan bubur kertas yang hanya bercampur dengan warna saja, atau bercampur dengan serat saja, atau bercampur dengan pewarna dan serat maupun bubur kertas tanpa campuran, kedalam ember kotak tempat cetakan. Perbandingan antara jumlah air dan bubur kertas tetap 4 : 1 (4 bagian air untuk 1 bagian bubur kertas). Aduk-aduk hingga campuran air dan bubur kertas merata.

5. Masukkan bingkai cetakan, dengan posisi bingkai cetak yang memakai kain kassa berada dibawah dan bingkai kosong dibagian atas sisi kain kassa. Masukkan hingga kedasar ember cetak, dengan hati-hati. Atur posisi bingkai cetak agar datar dan sejajar permukaan air. Kemudian angkat bingkai tersebut dengan hati-hati dalam posisi datar. Bubur kertas akan tercetak dipermukaan bingkai dengan bentuk seperti selembar kertas yang basah. Angkat bingkai penutup dengan cepat, jangan sampai airnya memerciki lembaran kertas yang masih basah tadi. Kemudian ditiriskan dalam posisi miring sekitar 30 derajat hingga airnya tinggal sedikit. Selanjutnya kertas basah tersebut siap untuk ditransfer ke atas permukaan alas cetak untuk dikeringkan.

6. Bingkai cetak dibalik, sehingga kertas basah menghadap ke alas cetak. Letakkan bingkai cetak dengan kertas basah tersebut pada alas cetak dengan hati-hati. Pada bagian atas bingkai cetak atau sisi sebaliknya dari kertas basah dapat dilakukan pengeringan dengan menggunakan spon. Selain untuk mempercepat pengeringan juga untuk mempermudah proses pemindahan kertas. Jika sudah cukup kering dan bingkai cetak sudah dapat diangkat dari alas cetak, lakukan dengan hati-hati agar kertas tersebut tidak cacat.

7. Kertas yang telah dipindahkan ke alas cetak tinggal menunggu kering saja, tetapi sebaiknya tidak dijemur dibawah matahari langsung. Dapat juga diselingi dengan pengepresan sewaktu kertas belum kering, dengan cara lapisi setiap lembar kertas dengan kain dan tumpuk sampai beberapa lapis kemudian diletakkan diantara papan pengepresan, lakukan selama kira-kira 10 menit. Jika kertas sudah kering, pengepresan dilakukan selama 1 jam.

Pencampuran Warna

  • Bubur kertas yang telah siap diolah, dapat dicampurkan dengan bahan pewarna alam yan telah kita persiapkan sebelumnya. Caranya adalah dengan mencampurkan langsung dan diaduk hingga merata. Selanjutnya dapat dilakukan perebusan jika ingin pencampuran warna yang lebih kuat.

  • Sisa pewarna alam dapat pula dicampurkan ke dalam air diember pencetakan agar tetapmembantu menimbulkan warna yang diinginkan.

  • Bubur kertas berwarna pun telah siap untuk diolah lebih lanjut, baik untuk dicetak, maupun dicampur dengan serat pengisi lainnya.

Pencampuran Serat
a.
Gedebok Pisang,

  • Gedebok/batang pisang yang sudah selesai berbuah cincang seperti dadu dengan panjang sekitar 2 cm, jemur sekitar 2 jam untuk menghilangkan getah.

  • Kemudian ditumbuk dengan alu & lumping sehingga agak lunak.

  • Selanjutnya direbus selama 1 jam untuk melunakan seratnya. Kemudian tiriskan.

  • Setelah itu ditumbuk kembali hingga lebih halus. Saring dengan kain untuk dicuci dengan air, agar tinggal serat yang tersisa.

  • Serat yang tersisa dapat langsung dicampur dengan bubur kertas,atau jika dirasa kurang halus, dapat pula dibantu dengan pemblenderan.

  • Selanjutnya dicampurkan sedikit demi sedikit ke dalam bubur kertas, sambil diaduk terus menerus hingga rata.

b. Kulit Bawang

  • Rebus kulit bawang yang sudah digunting-gunting kecil dengan air hingga mendidih, sisihkan dan air rebusan jangan dibuang.

  • Hancurkan kulit bawang yang telah direbus dengan menggunakan blender selama 5 – 10 detik.

  • Campurkan secara perlahan kulit bawang yang telah dihancurkan kedalam wadah bubur kertas sambil terus diaduk-aduk hingga merata, jika air rebusan agak kotordapat dilakukan penyaringan terlebih dahulu.

c. Pandan Wangi

  • Rebus potongan pandan wangi (2 cm) selama kira-kira 1 jam, tiriskan.

  • Campurkan air rebusan dengan bubur kertas secepatnya, aduk-aduk hingga rata

courtesy:http://maknyaabel.multiply.com


Wednesday, November 19, 2008

Rain Drops

1. Open any image that you want to add rain drops too. In order to make this look more realisitc, I'm going to use the following image of a green leaf.

Rain Drops Photoshop Tutorial

2. Create a new layer named Drop1 and select the Elliptical Marquee Tool and make a selection which looks like a drop on the leaf.

Rain Drops Photoshop Tutorial

3. Next set press D on your keyboard to set the foreground color to black and the background color to white, or you can do this manually. After reseting these colors, select the Gradient Tool from the Tools Palette. In the tool options bar at the top of the screen, make sure that the first button, linear gradient is selected and that the foreground to background gradient is selected.

Rain Drops Photoshop Tutorial


Now that the proper Gradient Tool settings have been selected, drag the mouse from the left side of the selected oval to the right.

Rain Drops Photoshop Tutorial

4. With the Drop 1 layer selected, change this layer's blend mode to Overlay in the Layers Palette.

Rain Drops Photoshop Tutorial

5. Next right-click on the Drop 1 layer and select Blending Options. Apply the following Drop Shadow settings: Opacity 50, Angle 158, Distance 7, Spread 0, and Size 5.

Rain Drops Photoshop Tutorial

6. Apply the following Inner Shadow settings: Opacity 75, Angle 158, Distance 5, Spread 0, and Size 5.

Rain Drops Photoshop Tutorial

7. For the Glow Effect, create a new layer named Glow and set the foreground color to white. Then select the Brush Tool and make a small dot in the drop. Here is the final effect:

Rain Drops Photoshop Tutorial

Note: For making the curved drops select the Drop 1 layer then go to Filter > Liquify and make appropriate shape and click OK.



Wednesday, November 12, 2008

Menentukan Harga Sebuah Karya Desain

Dalam dunia desain (khususnya dunia webdesign) banyak sekali cara menentukan harga sebuah desain yang diterapkan oleh perusahaan jasa desain ataupun freelance desainer. Ada yang memberikan harga per-paket, ada yang berdasarkan jumlah halaman, ada yang menentukan flat-price, ada pula yang menetukan berdasarkan rate per-jam atau per-hari.

Bagaimana sebuah kerja kreativitas dihargai? Sedemikian sulit-kah menentukan harga sebuah desain? Argumen apakah yang bisa diberikan seorang desainer dalam menentukan harga sebuah desain? Ini adalah masalah klasik dalam dunia desain, khususnya bagi para freelance desainer.

Berdasarkan obrolan dengan sesama freelance desainer dan juga dari pengalaman, saya mencoba merumuskan bagaimana memberi harga pada sebuah hasil karya kreatif. Sebenarnya ini bukan rumus mutlak. Setiap desainer pasti punya cara sendiri-sendiri untuk menentukan harga sebuah pekerjaan desain. Tapi paling tidak ini merupakan satu cara menentukan harga desain yang kira2 mungkin bisa diterapkan dan mungkin “cukup fair”.

Caranya adalah dengan memakai formula:

HP = HT – (d x HT)

dimana: HT = [ R x W ] + K + M

HP = Harga penawaran sebuah desain atau project desain
HT = Harga total pekerjaan desain
R = Rate per-hari atau per-jam dari seorang desainer dimana 1 hari = 8 jam kerja
W = Estimasi waktu lamanya pengerjaan desain/proyek
K = Harga konsep desain
M = Harga material desain.
d = prosentase potongan harga (discount) yang diberikan

Mengapa saya bilang “cukup fair”? Ini disebabkan karena dengan formula ini seorang desainer dituntut untuk bisa memberikan estimasi yang masuk akal dan cukup objektif akan hal2 seperti: seberapa objektif seorang desainer menilai skill desain dan pengalamannya, berapa lama sebuah pekerjaan bisa diselesaikan, berapa harga sebuah konsep desain atau perlu/tidaknya memberikan potongan harga kepada klien, dsb. Juga dikatakan “cukup fair” karena dengan menerapkan perhitungan ini, kedua belah pihak (desainer dan klien) diharapkan bisa melihat sisi objektif dari sebuah pekerjaan desain. Calon klien tidak merasa dibohongi dan di sisi lain desainer juga tidak merasa bekerja rodi.

Menentukan Variabel2 Formula.

1. Rate ®
Rate adalah harga perhari atau perjam yang ditentukan pada kemampuan seorang desainer dalam mengerjakan pekerjaan2 desain. Besarnya bergantung pada skill yang dikuasai, pemahaman konsep desain, pengalaman, portfolio, kredibilitas klien yang pernah ditangani, dsb. Singkatnya R bergantung pada pengalaman dan jam terbang seorang desainer.

Sebagai contoh seorang desainer yang menguasai seabrek software desain mulai dari Photoshop sampai program 3D tercanggih, memiliki pemahaman konsep desain yang dibuktikan dengan portfolio yang ditunjukkan, pernah bekerja di perusahaan desain terkemuka, berpengalaman menangani klien2 “wah” seperti Nokia, BMW, dsb, bisa dikategorikan sebagai highly priced desainer dengan rate misalnya Rp. 2.000.000/hari. Sementara seorang lulusan sekolah desain yang baru memiliki 2-3 portfolio dari perusahaan2 kecil bisa dikategorikan sebagai pemula dengan rate sekitar Rp. 100.000/hari. Disini, seorang desainer dituntut untuk mampu mengestimasi “nilai jual” dirinya berdasarkan faktor2 tersebut.

R bisa dihitung perhari ataupun perjam. Mengapa? Beberapa desainer menentukan rate/hari dengan alasan kemudahan perhitungan. Desainer lain menerapkan rate/jam dengan alasan agar lebih gampang menghitung waktu untuk revisi. Sebenarnya ini sama saja. Seperti disebutkan di atas, 1 hari = 8 jam. Sekarang kembali kepada sang desainer untuk menghitung lamanya pengerjaan sebuah proyek desain dalam hitungan hari (agar lebih sederhana) atau dalam hitungan jam agar lebih detail.

Tetapi ada satu hal lain yang harus dipertimbangkan. Ada kalanya rate/jam sangat sulit diterima oleh klien di Indonesia. Di negara2 maju dimana pekerjaan desain sudah dihargai dengan baik, rate/jam mungkin bisa diterapkan dan diterima oleh calon klien. Ini karena profesi desainer sudah dianggap sejajarkan dengan pekerjaan jasa profesional lain seperti pengacara, dokter, dsb. Akan tetapi bila kita berbicara dalam konteks lokal, berdasarkan pengalaman saya, rate/jam sangat sulit untuk diterima oleh umumnya klien di Indonesia. Tapi bila seorang desainer merasa confident untuk menerapkan rate/jam untuk klien di Indonesia, well.. why not?

2. Estimasi Lamanya Pengerjaan (W)
Estimasi lamanya waktu pengerjaan adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah desain/proyek desain. Berkaitan dengan rate ®, waktu bisa dihitung dalam satuan hari ataupun jam. Sebagai gambaran, jumlah waktu pengerjaan 1 (satu) halaman HTML tanpa programming tentu akan berbeda dengan jumlah waktu pengerjaan 1 (satu) halaman website full-flash.

Dalam menentukan jumlah hari ini desainer dituntut untuk reasonable dalam arti tidak mengada-ada dan masuk diakal. Sebagai contoh mengerjakan sebuah halaman HTML simpel tentu tidak akan memakan waktu sampai 7 hari (56 jam), bukan? Bila desainer menetapkan variabel Rate ® dalam satuan hari, variabel H tidak harus bulat, ia bisa bernilai 0.5 (setengah hari = 4 jam) hari atau 0.25 (seperempat hari = 2 jam).

3. Harga Konsep Desain (K)
Yang agak rumit mungkin menentukan harga konsep desain. Akan tetapi kita bisa mengira2 seberapa original dan brilyan-nya sebuah konsep desain. Disinilah seorang desainer dituntut untuk bisa menguraikan konsep desain yang ia tawarkan. Bukan hanya terbatas pada ide dan tampilan visual semata, tapi juga mencakup hal2 lain seperti ‘look and feel’, tata letak (lay-out) yang baik, flow navigasi dan penempatan menu sebuah website, sitemap, pemilihan tagline, dsb.

Seorang teman desainer mengatakan bahwa ia juga menerapkan semacam perhitungan untuk menentukan harga K. Dalam kasus ini, harga K ditentukan dari berapa lama ia melakukan eksplorasi untuk mendapatkan ide dan menguraikannya menjadi sebuah konsep desain. Dengan kata lain, K=Rk x Wk (rate desainer dikalikan jumlah waktu eksplorasi). Rumit? Mungkin terlihat rumit, tapi sekali lagi, di negara2 maju (kebetulan teman saya tersebut pernah bekerja di luar negeri dan baru kembali ke Indonesia), ini merupakan hal yang wajar dan bisa diterima oleh klien.

4. Prosentase Potongan Harga (d)
Mungkin terkesan aneh bila diterapkan potongan harga untuk sebuah desain/proyek desain. Akan tetapi hal ini perlu dipertimbangkan bila seorang desainer menghadapi kasus dimana calon klien merupakan sebuah perusahaan besar dan menurut perkiraan memungkinkan terbentuknya long term relationship dan kontinuitas proyek. Dengan menerapkan discount, desainer bisa memberi alasan “proyek perkenalan” dimana sebagai awal long term relationship, sebuah desain yang bagus diberi harga yang relatif murah. Bila memang tidak mau, desainer bisa memberi harga 0 (nol) untuk variabel ini.

5. Harga Material Desain (M)
Harga material desain adalah total harga pengadaan material untuk pekerjaan desain yang mencakup harga session fotografi, pembelian stock image, pembelian lisensi additional software, fee copywriting. dan lain2

Sekarang mari kita lihat variabel mana yang nilainya bersifat fleksibel dan variabel mana yang bernilai tetap. Harga W yang pasti nilainya bersifat fleksibel karena bergantung dari skala proyek desain yang dikerjakan. Harga M juga bersifat fleksibel karena bergantung dari harga pihak ketiga yang menyediakan material desain (copywriter, fotografer, harga stock image, dsb). Harga d juga bersifat fleksibel seperti telah diuraikan di atas.

Harga konsep (K) pun bersifat fleksibel. Perbedaan ada pada cara menentukan harga tersebut. Seperti telah diuraikan di atas, ada beberapa desainer yang menetapkan nilai K dengan rumus K=Rk x Wk. Tapi ada juga desainer yang menetapkan nilai K tanpa menguraikannya seperti itu. K adalah sebuah nilai yang mencakup seluruh hal mulai dari eksplorasi, ide, konsep, dsb. Semata-mata karena pertimbangan kemudahan. Sebenarnya keduanya sama saja, itu hanyalah cara desainer untuk memberikan argumen yang tepat untuk harga sebuah kreativitas.

Bagaimana dengan variabel R?

Ada dua fenomena menarik. Beberapa freelance desainer (dan juga umumnya agensi desain) mematok harga R tetap (fixed) dengan alasan bahwa harga tersebut adalah standar profesionalisme mereka. Desainer dengan harga R tinggi harus bisa bekerja dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan desainer dengan harga R yang lebih rendah untuk sebuah hasil yang kualitasnya sama. Artinya klien yang menyewa desainer dengan R tinggi akan diuntungkan dengan waktu pengerjaan (W) yang lebih singkat/cepat bila dibandingkan dengan mempekerjakan desainer dengan harga R yang lebih rendah.

Di sisi lain ada desainer yang lebih fleksibel dengan harga R yaitu dengan menentukan nilai R sesuai dengan kredibilitas ataupun skala perusahaan klien. Sebagai ilustrasi, desainer seperti ini memberikan nilai R yang tinggi kepada sebuah perusahaan multi-nasional yang memiliki aset milyaran dan memberi rate yang lebih rendah kepada perusahaan kecil berbudget rendah, misalnya.

Contoh berikut mungkin bisa lebih memperjelas:

Seorang desainer level menengah memberikan rate perhari sebesar Rp. 700.000/hari sesuai dengan skill, portfolio, pemahaman konsep dan pengalamannya kepada firma-hukum mid-size untuk mengerjakan website company profile. Struktur website tersebut adalah sebagai berikut:
http://home.graffiti.net/kamdih/sitemap.jpg
Struktur tersebut akan diterapkan dalam halaman2 berbasis HTML dengan tambahan features animasi flash di frontpage-nya dan aplikasi backoffice untuk news update. Estimasi pengerjaannya adalah 10 hari. Tampilan visual, look and feel serta alur navigasi dari website yang akan dibuat sangat sesuai dengan corporate image dari firma-hukum tersebut yang dibuktikan dengan mock-up yang telah dibuat. Untuk itu si desainer memberikan harga Rp. 3.000.000. Stok foto dan text untuk website disediakan oleh client, sehingga harga material = 0 (nol). Desainer tersebut memutuskan memberikan discount sebesar 10% dari harga total dengan pertimbangan akan terjalin long term relationship dimana firma hukum tersebut nantinya mungkin juga akan membuat aplikasi intranet, dsb.

Dalam kasus ini, harga penawaran adalah sebesar:

HT= (700.000 x 10) + 3.000.000 + 0 = 10.000.000

HP= 10.000.000 – (10% x 10.000.000) = 9.000.000

Jadi, harga penawaran yang diajukan adalah sebesar Rp. 9.000.000. Bila ternyata calon klien melakukan bargaining, desainer bisa bertahan dengan memberikan argumen bahwa secara konsep, desain tersebut sangat cocok dengan corporate image perusahaan atau effort yang dikeluarkan untuk pengerjaan proyek memang cukup besar.

Kemungkinan besar, calon klien akan bersikeras melakukan bargaining terhadap harga2 variabel2 tersebut. Disini, desainer bisa memperkecil harga penawaran dengan menurunkan harga rate per-hari menjadi Rp. 650.000 misalnya, sehingga manjadi:

HT= (650.000 x 10) + 3.000.000 + 0 = 9.500.000

HP= 9.500.000 – (10% x 9.500.000) = 8.550.000

atau memperbesar prosentase discount menjadi 15%:

HT= (700.000 x 10) + 3.000.000 + 0 = 10.000.000

HP= 10.000.000 – (15% x 10.000.000) = 8.500.000

Dalam contoh tersebut bisa dilihat bahwa sang desainer melakukan bargaining dengan menerapkan harga R yang fleksibel dengan tidak mengurangi waktu pengerjaan (W) berdasarkan pertimbangan2 tertentu misalnya load pekerjaan yang tinggi, dsb. Sementara desainer yang menetapkan fix rate R, bargaining mungkin bisa dilakukan dengan memberikan discount atau mengurangi waktu kerja (W)

Formula tersebut saya rasa cukup general dan bisa dipakai untuk menentukan harga pekerjaan desain lainnya dan tidak terbatas hanya pekerjaan webdesign. Ia bisa juga diterapkan untuk pekerjaan desain grafis
Secara teknis pengerjaan poster tersebut mungkin bisa dikategorikan sebagai mudah dan dapat diselesaikan dalam 1 hari saja. Akan tetapi dengan klien sekelas Warnerbros, desainer bisa menetapkan rate per-hari ® yang cukup tinggi. Ditambah lagi dengan konsep desain yang original dan brilyan yang dilengkapi dengan tagline “Everything That Has a Beginning Has an End” mungkin variabel K bisa dihargai jutaan dollar.

Satu hal lagi, contoh diatas adalah dalam kasus programming atau actionscripting dilakukan oleh satu orang desainer yang sama. Namun formula ini juga bisa diterapkan untuk pekerjaan dimana programming atau flash actionscripting dilakukan oleh orang2 yang berbeda. Jadi bila sebuah desain website misalnya menyangkut juga pembuatan basis-data, programming dan actionscripting, harga penawaran adalah akumulasi dari harga yang diajukan tiap2 team member yang terlibat di dalam pekerjaan tersebut.

Sekali lagi, cara di atas bukanlah sebuah hal mutlak. Ini hanyalah salah satu cara dan penerapannya juga kembali kepada desainer yang bersangkutan. Satu hal yang pasti, formula ini juga tidak akan menjamin diperolehnya sebuah pekerjaan/proyek desain? Harus dibedakan disini antara menentukan harga desain dengan mendapatkan proyek desain. Deal sebuah pekerjaan desain bergantung dari banyak faktor lain seperti relasi, jenis klien, budget, kualitas desain, dsb. Tidak ada jaminan bahwa dengan menerapkan formula ini sebuah proyek desain pasti akan diperoleh. Akan tetapi, minimal seorang desainer memiliki dasar untuk menentukan harga sebuah desain dan tidak hanya bisa bergumam sambil berkeringat dingin bila sang klien mempertanyakan dasar penentuan harga desain yang ia tawarkan. (Harry JH)

Tuesday, November 11, 2008

Komunitas Kolektor Rokok

Penulusuran dan perjalanan keinginan yang tidak terbendung dimana, pada suatu titik kita harus menentukan arah mana yang akan kita tempuh, kiri kanan, atas bawah, hutan, kota, laut, sungai. Tapi ada kalanya kita harus mengambil semua arah pada saat semua arah sudah kita lalui. Kesempatan untuk menentukan arah itu ada pada diri kita. Sama halnya dengan penulusuran saya ketika awal tahun 2004, pada saat itu saya ingin mencari merk-merk rokok yang tidak lazim di pasaran atau jarang di temui di pasaran yang biasanya rokok tersebut beredar di pedesaan atau perkampungan tapi pernah juga saya menemukan rokok yang beredar di perkotaan. Padahal saya bukan termasuk type perokok tapi saya cukup senang dengan hoby ini. Ternyata hoby ini berlanjut hingga saat ini, walaupun koleksi rokok saya hanya sedikit tapi cukup menyenangkan, karena dengan merk-merk tersebut dapat memeberikan inspirasi serta kelucuan dan rasa humor yang OK !

Tapi untuk menemukan rokok-rokok tersebut kadang banyak menimbulkan banyak cerita, dan rokok-rokok yang saya punya tidak semuanya hasil hunting sendiri ada juga beberapa teman-teman yang membawakannya, ketika mereka melakukan perjalanan khususnya ke wilayah jawa tengah dan jawa timur, ada juga yang memberikan kemasannya saja karena isi dari rokok tersebut sudah di hisap teman.
Sampai saat ini masih sibuk lirik kiri kanan jalan yang ada warung, sejenak terhenti ketika ada beberapa merk yang belum pernah saya jumpai. Dengan hasil hunting sudah terkumpul beberapa merk rokok tapi saya bingung untuk menempatkan dimana koleksi saya, untuk sementara ini mereka saya tempatkan pada kardus bekas sepatu istri saya. Cukup aman sementara waktu di simpan dalam kardus tersebut tapi saya harus tetap menjaga kondisi mereka dengan memberikannya Cilika Gel agar mereka tetap terjaga kemasannya, dan kondisi tembakaunya.




Pada pertengahan tahun 2008 berdiri berdiri mailinglist komunitas kolektor rokok kolektor-rokok@yahoogroups.com. Awalnya saya ikut nimbrung ngomongin tentang merk-merk rokok blog www.bandarbarang.wordpress.com, ternyata banyak juga yang punya hoby seperti saya, dan pada suatu sore dapat SMS kalo ga salah dari Mas Dedy yang punya ide untuk membentuk komunitas kolektor rokok. Dan bergabunglah saya dengan komunitas kolektor rokok tersebut, disitu kita banyak tukar menukar informasi tentang merk-merk rokok ada juga yang barteran rokok karena diantara kolektor ada yang mempunyai beberapa double. Pada tgl 19 Oktober 2008 milist mengadakan Halal Bihalal (KOPDAR) dan pendeklarasian Komunitas Kolektor Rokok yang bertempat di rumahnya Mas Medi di bilangan Cireundeu Ciputat Tangerang, tapi sayang saya tidak bisa hadir karena ada sesuatu hal putra saya sakit, jadi saya harus tinggal diam di rumah…… tapi saya cukup gembira dengan hasil yang di bentuk oleh rekan-rekan di milist.

Festival Kretek , 15 Maret 2009 @ O LaLa Cafe Bintao